Monday, 18 February 2019
Anak dengan banyak saudara cenderung jadi korban intimidasi
anak yang memiliki saudara kandung lebih dari satu cenderung menjadi korban intimidasi, dibandingkan anak yang hanya memiliki satu saudara kandung.
Demikian hasil riset yang diterbitkan oleh American Psychological Association. Dinukil Sciencedaily.com, anak sulung atau kakak laki-laki cenderung menjadi pelaku intimidasi.
Menurut Dieter Wolke, PhD, dari University of Warwick, peneliti dan penulis utama studi ini, penindasan yang dilakukan kepada saudara kandung adalah bentuk kekerasan yang paling sering terjadi dalam keluarga.
Namun, sayang hal tersebut dianggap sebagai bagian dari norma dan tumbuh kembang. Padahal, dari banyak bukti hal ini dapat menimbulkan dampak negatif di masa depan.
Konsekuensi jangka panjang, ada peningkatan kesepian, kenakalan, dan masalah kesehatan mental.
Wolke dan rekan penulisnya, Slava Dantchev, B.Sc., melakukan riset untuk memahami penyebab mendasar dari intimidasi saudara kandung, mereka memeriksa dampak struktur keluarga, perilaku pengasuhan anak, pengalaman sosial awal, pengalaman sosial awal, dan temperamen anak.
Para peneliti pun menganalisis sejumlah ibu dalam kurang waktu tertentu. Para ibu melaporkan ketika anak-anak berusia lima tahun, sering menjadi korban intimidasi atau bahkan menjadi pelakunya.
Dalam riset ini, anak-anak dimasukkan ke dalam empat kategori: korban, korban perundungan, (didefinisikan sebagai pelaku dan korban ), pengganggu atau tidak terlibat sama.
Selama dua tahun, hubungan saudara kandung dianalisis. Para ibu diberikan pertanyaan tentang berapa banyak waktu yang dihabiskan anak-anak untuk terlibat dengan saudara mereka dalam berbagai kegiatan, seperti kerajinan tangan atau menggambar.
Beberapa tahun kemudian, pada usia 12, anak-anak melaporkan jika mereka telah diintimidasi oleh saudara kandung atau jika mereka telah mengintimidasi saudara kandung dalam enam bulan sebelumnya.
Anak laki-laki dan perempuan juga ditanya usia mereka ketika mereka pertama kali mengalami intimidasi saudara kandung dan ketika mereka pertama kali mengintimidasi saudara kandung.
Tidak hanya itu para peneliti juga mengumpulkan statistik keluarga dari para ibu, termasuk jumlah anak yang tinggal di rumah tangga, status pernikahan ibu, latar belakang sosial ekonomi keluarga. Begitu pula dengan kesehatan mental ibu selama dan setelah kehamilan, konflik orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak serta ibu-anak hubungan.
Mereka bahkan juga menilai temperamen, kesehatan mental,kecerdasan intelegensi dan kecerdasan sosial emosional setiap anak di berbagai titik selama tahun-tahun awal mereka.
Hasilnya, sekitar 28 persen dari anak-anak dalam penelitian ini terlibat dalam intimidasi saudara kandung dan pelecehan psikologis adalah bentuk yang paling umum.
Mayoritas anak-anak itu ditemukan menjadi korban perundungan, yang artinya anak-anak mengalami intimidasi dan diintimidasi, menurut penelitian.
Apa penyebabnya?
Faktor usia yang terlalu dekat, misal berselang dua tahun menjadi pemicu untuk kakak beradik menciptakan kondisi ini.
Anak-anak yang mempunyai usia hampir sama akan cenderung berkelahi dan berkompetisi lebih banyak dibanding mereka yang mempunyai jeda umur lebih jauh.
Lalu, ketika anak merasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua, mereka akan langsung bersikap agresif terhadap saudara mereka.
Penyebab lain, dijelaskan oleh Jennifer Shroff Pendley, PhD, seorang psikolog yang fokus pada sistem kesehatan anak, perkelahian antar saudara kandung berawal dari rasa kecemburuan dan persaingan yang terakumulasi, dinukil Kidshealth.org.
Umumnya, fenomena sibling rivalry ini sudah nampak dan dirasakan ketika ibu mengandung anak kedua.
Kehamilan kedua sang ibu memang hal yang menggembirakan. Namun, buat anak pertama, kondisi ini mencemaskan mereka. Ada perasaan takut kehilangan perhatian oleh orang tua ketika si adik lahir.
Kehadiran anggota keluarga baru akan menimbulkan banyak perubahan, termasuk perubahan dan respons para saudara terhadap anggota keluarga yang baru lahir.
Kondisi menjadi berbeda lagi dengan anak bungsu, ia mulai merasa tidak nyaman ketika orang-orang di sekitarnya mulai membandingkan dengan saudara lainnya.
Namun, hal ini bisa diatasi sesuai dengan pertambahan usia anak. Anak mulai mengerti sebab, perkembangan usia akan memengaruhi tingkat kebutuhan mereka sebagai individu yang terus bertumbuh.
“Seiring bertambahnya usia, akan diikuti dengan perubahan kebutuhan, tingkat kecemasan, dan karakter anak-anak. Hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana mereka berhubungan satu sama lain,”kata Pendley.
Untuk mengatasi konflik ini, orang tua dianggap berperan penting dalam menekan kompetisi anak yang tidak sehat antar saudara kandung. [Beritagar]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Populer
-
1. B menggedong A dan C diam melihat B berjalan menjauhi C. Menurut C maka A dan B bergerak karena ada perubahan posisi keduanya terh...
-
Bagaimana cara dan prosedur pengajuan mutasi madrasah atau sekolah induk oleh PTK di Simpatika? Dalam dunia pendidikan, mutasi Pendidik d...
-
Partai Gerindra meminta adanya audit forensik terhadap sistem IT KPU terkait dugaan adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda di Pemilu 201...
No comments:
Post a Comment