Friday 8 March 2019

Novel Layla: Chapter 5 (Tugas Kelompok)



"so guys... I look forward to hearing some amazing presentations after your long weekend holiday." Mr. Anwar menutup pelajaran Bahasa Inggris siang itu, disusul dengan suara riuh para siswa yang sudah tidak sabar untuk segera pulang dan mengeksekusi rencana liburan masing-masing. Ada sedikit rasa kesal dalam wajah mereka, setelah Mr Anwar dengan kejinya memberikan tugas kelompok membuat esai dan mempresentasikannya di hari Senin. Kenapa dia harus merusak libur panjang kami? Kau mau tahu apa tugasnya?

Mr. Anwar meminta kami berpasangan dan menulis sebuah esai berbentuk Analytical Exposition. Itu adalah sebuah jenis text yang dipelajari di kelas XI, isinya kurang lebih sebuah opini yang didukung beberapa argumen, dan diakhiri dengan kesimpulan. Lalu esai kami itu harus dipresentasikan dengan power point. Dia akan menilai dua hal, tulisan esai kami, dan presentasi kami, dua skill bahasa sekaligus yang dia ingin kami latih, yaitu writing dan speaking. Standar beliau memang tinggi, ya sesuai dengan standar yang dibuat sekolah kami lah.

Mr. Anwar mengundi para siswa untuk menjadi partner kelompok tugas ini, dan aku secara ajaib satu kelompok dengan dia. Aku sih tidak masalah berpasangan dengan siapa saja, semua teman sekelasku tahu, jika mereka satu kelompok denganku maka hanya ada satu konsekuensi, mereka harus bekerja keras mengikuti kemauanku yang ingin selalu sempurna, atau mereka boleh mencari kelompok lain. Tak boleh ada anggota kelompok yang tidak berkontribusi, jika ada, jangan harap aku akan memasukan namanya dalam kelompok dan dia boleh mengatakan selamat tinggal pada nilai tugas tersebut. Tapi aku senang dia adalah pasangan kelompokku, bukan karena dia lumayan pintar bahasa Inggris, lebih karena aku bisa menghabiskan waktu lebih lama dengannya.

Aku segera menghampirinya dan menanyakan kesediaannya meluangkan waktu untuk mengerjakan tugas tersebut, dia bilang dia bisa kapanpun, karena memang dia tidak punya rencana liburan atau semacamnya. Maka kami sepakat untuk mengerjakan keesokan harinya di rumahku. Dia bilang dia akan datang jam 8 pagi ke rumahku, dan esoknya dia datang sesuai janji dan tepat waktu.

"orang tua kamu gak ada?"

"ibu ke luar kota, ayah ke luar negeri." Jawabku sambil mempersilahkan dia masuk. "kita ngerjain di halaman belakang saja ya," kataku, dia mengangguk mengikutiku. Aku sangat suka halaman belakang rumahku, ada sebuah pergola terbuat dari kayu yang ayah bangun di tengah halaman, atap pergola tersebut rimbun ditumbuhi bougenvil sehingga memberikan rasa teduh di bawahnya. Memang itu adalah tempat yang ayah desain menjadi tempat berteduh dan bersantai di siang hari yang terik, oleh karena itu dia menempatkan beberapa sofa melingkar di bawah pergola dan sebuah perapian di tengah-tengahnya. Perapian? Ya di malam hari, kami bisa menyalakan api disitu, dan lampu-lampu berwarna kuning yang digantung di atas pergola akan memberikan kesan hangat dan romantis di malam hari. Sayang, ayah dan ibu terlalu sibuk untuk menghabiskan waktu bersamaku di sini, aku lebih banyak menghabiskan waktu di sini sendiri atau bersama Rani dan Zahra.

"oke... tahap pertama adalah kita harus mencari ide tulisan, opini apa yang akan kita angkat?" aku memulai diskusi kami.

"The danger of Smoking?" jawabnya spontan. Aku menatapnya.

"Seriously? Terlalu mainstream aku tidak setuju." Jawabku kesal.

"ho... kamu ingin yang tidak biasa?" dia menyeruput es jeruk yang kusediakan.

"tentu saja, kamu belum kenal aku ya?"

"orang yang selalu ingin semua tugas dan nilainya sempurna." Jawabnya tertawa.

"coba kita pikirkan ide lain." Lalu kami saling melempar ide apapun yang terlintas dalam kepala, tapi tidak satupun membuatku tertarik. Hingga kami akhirnya kehabisan ide dan diam tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencoba mengorek apapun yang tersisa dalam kepala. Tanpa kusadari, dia justru menatapku, dan ketika aku memergokinya, dia tersenyum. "apa yang kamu lakukan?"

"mencari ide kan?"

"dengan menatapku?"

"iya... dan aku rasa telah menemukan ide itu."

"dari menatapku? Apa coba?" aku penasaran.

"kamu sangat cantik." Jawabnya.

"ide apa ini? kamu hanya gombal."

"apakah cantik itu keuntungan atau kerugian?" lanjutnya.

"cantik tentu menguntungkan."

"pernahkah kamu berpikir, sebenarnya orang yang sangat cantik juga mendapat masalah karena kecantikannya."

"oh ya? Apa itu?" aku mulai tertarik.

"pertama, karena kamu sangat cantik, kamu jadi orang yang membosankan."

"maksudnya?"

"sejak SMP, teman-temanmu selalu memohon kamu untuk ikut kegiatan tertentu, kamu gak perlu mengawali percakapan dimanapun karena orang lain yang akan mengawalinya untukmu. Lalu di manapun teman-temanmu yang selalu menghiburmu, kamu tidak perlu berpikir keras bagaimana menarik perhatian orang lain dengan kata-kata dan sikap manis. Justru bersikap membosankan adalah satu-satunya caramu untuk mengusir semua orang yang selalu ingin mendekatimu. Iya kan?" aku terkejut dengan apa yang baru saja dia katakan, hampir sepenuhnya benar dan kurasakan.

"lalu yang kedua, kamu mungkin tidak pernah mendapat penolakan yang berarti dalam hidup. Siapa sih yang bisa menolak kamu? Semua orang mengejar-ngejar dirimu, tidak sulit bagimu untuk menaklukan seseorang, iya kan? Padahal ada hikmah penting dalam penolakan, itu membuat kita menjadi lebih kuat, lebih bersyukur, dan lebih menghargai hal-hal remeh." Aku tidak terlalu setuju dengan poinnya yang kedua, mungkin benar aku tidak pernah mengalami penolakan dan mudah bagiku untuk membuat seseorang mengatakan ya atas permintaanku, tapi dia tidak tahu bahwa kurangnya waktu bersama orang tua juga mengajariku untuk tidak menjadi manja, dan kuat. Lalu kata siapa aku tidak pernah merasa ditolak? Sampai saat ini dia tidak mengutarakan keinginannya untuk berpacaran denganku, keinginan untuk memilikiku seperti yang lain yang telah menyatakan cinta padaku, apakah ini bukan penolakan? Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa ada lawan jenis yang tidak ingin memilikiku.

"lalu yang ketiga, setiap kamu dalam hubungan dengan seseorang, kamu selalu bertanya-tanya, apakah dia menyukaiku seutuhnya? Atau hanya karena keindahan fisik saja? Kecantikanmu menutupi dirimu yang sesungguhnya, kau ingin dia mengapresiasi hal-hal kecil yang kamu lakukan yang tidak ada hubungannya dengan fisikmu, tapi dia seringkali lebih fokus pada fisikmu. Kamu merasa kosong dan hampa dalam hubungan tersebut." Argumennya yang ketiga seakan menonjokku, itulah yang kurasakan terakhir kali aku berpacaran dengan seseorang di awal kelas X, dan itu pula yang membuatku berpikir para laki-laki yang mendekatiku itu hanya menganggapku piala, mereka tidak pernah benar-benar mencintaiku apa adanya.

"wow... walau tidak semua argumen yang kamu utarakan benar terjadi pada diriku, tapi itu ide yang menarik. Kamu mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang lain. Aku suka." Responku.

"yah... tidak bisa kita pukul rata sih, tapi umumnya begitu katanya."

"katanya?"

"itu bukan hasil pemikiranku, aku baca itu dari suatu situs."

"situs yang menarik sepertinya."

"jadi? Kita pakai ide ini?"

"aku rasa iya, aku suka." Aku segera membuat beberapa corat-coret di buku tulisku, sementara dia hanya diam saja sambil minum. "kenapa kamu tidak menulis?" tanyaku.

"loh... kan aku udah ngasih ide, yang bikin kata-katanya ya kamu lah." Aku segera mengambil sebuah bantal sofa di dekatku dan melemparkannya gemas.

Sorenya hampir 70% tugas kami telah selesai, esainya telah kuketik rapi di laptop, dan bahan presentasi sudah dia rapikan di power point, kami hanya tinggal membagi tugas ketika melakukan presentasi. Tapi dia bilang sebaiknya dilanjutkan besok saja, tubuh pun harus diistirahatkan dengan mengganti kegiatan katanya. Aku setuju, itu artinya besok kami akan bertemu kembali, pikirku.

"ini apa?" dia menunjuk lingkaran batu bata di tengah-tengah sofa yang melingkar.

"itu tempat api unggun, jadi kalau malam hari, kita bisa menyalakan api disitu," jawabku.

"oh ya? Bagaimana kalau kita buat acara malam ini, kita ajak Rani dan Zahra."

"ide yang bagus, lalu kita bisa memanggang sesuatu, ayam misalnya. Kita pesta malam ini, biar aku hubungi mereka." Aku segera beranjak mengambil hp ku di kamar dan menelpon mereka berdua. Dan segera kembali ke halaman belakang. "kabar buruk, hanya Rani yang bisa datang, Zahra sedang pergi dengan pacarnya."

"tidak apa-apa, masih tetap seru kan?"

"iya sih... kalau begitu aku suruh Rani kesini segera deh."

"jangan.... Kita jemput saja dia, sekalian beli bahan-bahan untuk kita masak nanti malam."

Aku dan dia segera berangkat memakai mobil mini cooper milik ibu yang jarang dia gunakan, kami menjemput Rani di rumahnya, lalu mampir ke supermarket membeli segala keperluan nanti malam seperti jagung, ayam, daging, sosis, dan beberapa buah paprika serta bawang Bombay, sayuran tak lupa kubeli untuk salad. Sesampainya di rumah dia segera menyiapkan segalanya dibantu si bibi. Sementara Rani dan aku berdiskusi masalah tugas, dia mengeluh dapat pasangan kelompok si Andi, anak malas yang kurang bertanggung jawab, walhasil Rani harus mengerjakan hampir semuanya sendiri.

"ini punyamu? Wah... menarik sekali." Katanya. "dapat inspirasi dari mana?"

"tuh dia..."

"oh... keren...." Gumam Rani. Akhirnya aku membantu Rani menyelesaikan tugasnya, kasihan saja dia harus mengerjakan semuanya sendiri. Sambil aku membantu Rani, aku memperhatikannya memanggang jagung dan bahan makanan lainnya dengan si bibi, aku memperhatikan keceriaan di wajahnya, aku memperhatikan senyumnya. Dia mempesona.

"Hei... jagungnya sudah matang, ayo sini..." dia memanggil kami. Aku segera mendekatinya dan hendak mengambil salah satu jagung bakar yang telah tersedia di piring. "eh... jangan yang itu, punya kamu sudah aku pisahkan."

"kenapa?"

"Rani gak suka pedas, kamu suka, makanya aku pisahkan." Aku dan Rani berpandangan tersenyum. Dia selalu memperhatikan hal-hal detil.

Malam itu kami menghabiskan waktu makan dan minum di halaman belakang, sambil berbincang tentang banyak hal, baru aku tahu ternyata dia pandai bermain gitar, dan suaranya cukup merdu. Memakai gitar akustik milikku, dia menyanyikan you're beautiful -- nya James blunt, dan All of Me dari John Legend. Rani sempat request lagu india tapi tentu saja dia tidak bisa memenuhinya, Rani memang ada-ada saja, lagu india kan tidak sepopuler lagu barat atau lagu indonesia. Malam itu langit cerah, bertabur bintang, aku merasa diriku sangat bahagia.

***

"janganlah berpikir bahwa orang yang suka padamu karena kamu cantik itu orang yang hina." Katanya suatu hari.

"kenapa? Tapi kan mereka itu orang-orang dangkal yang hanya peduli pada bungkus daripada isi." Aku tak setuju. "kecantikan fisik akan memudar dimakan usia sementara karakter dan kecerdasan biasanya akan bertambah baik seiring dengan usia yang makin tua, iya kan?"

"itu betul..." jawabnya sabar.

"lalu?"

"orang yang menyukaimu karena kecantikan fisik adalah orang-orang yang takjub pada keindahanmu, secara tidak langsung hakikatnya mereka itu takjub pada Tuhan, tapi mereka hanya tidak menyadarinya saja, mereka merasa Tuhan terpisah dengan makhluknya."

"oh..." aku menggumam. "termasuk kamu kan ya?"

"iya... aku ingin bertemu Tuhan, tapi mataku tidak sanggup menampung keindahan-Nya, aku hanya sanggup menatap keindahan-Nya dalam dirimu, itu pun membuat hati ini sungguh berdebar tak terkira. Setiap aku memandangmu, aku memuji-Nya. Setiap aku menikmati keindahanmu, aku bersyukur kepada-Nya telah diberikan kesempatan itu."

"tapi kan mereka tidak begitu, mereka tidak memiliki kesadaran yang seperti kamu miliki." Aku tetap tidak setuju. Dia hanya tersenyum.

Oleh : Toni Ardiansyah

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer